Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

24 Agustus 2016

Makalah Biologi MEIOSIS

Makalah Biologi MEIOSIS.docx

Klik disini

CONTOH SURAT LAMARAN PEKERJAAN



                                                                                                           
                                                                                                          Kemantan, 11 September 2016
Lampiran         : Satu berkas
Hal                   : Lamaran pekerjaan

Yth. Direktur PT Nusantara
Jalan Ahmad Yani No. 5A Sungai Penuh, Jambi

Dengan Hormat,

         Berdasarkan iklan dalam harian Kompas tanggal 6 September 2016 bahwa lembaga Bapak membutuhkan karyawan lulusan Sarjana (S1), dengan ini saya mengajukan permohonan untuk mengisi lowongan kerja sebagai staf administrasi.

        Saya yang bertanda tangan di bawah ini
nama                                        : Fauzan Setiawan
tempat/tanggal lahir                  : Sungai Penuh, 04 Januari 1998
jenis kelamin                            : Laki-laki
agama                                      : Islam
pendidikan terakhir                   : Strata/S1
alamat                                      : Kemantan Agung


         Untuk melengkapi beberapa data yang diperlukan sebagai bahan pertimbangan Bapak/Ibu pimpinan diwaktu yang akan datang, saya lampirkan juga kelengkapan data diri sebagai berikut

1.   pas photo,
2.   foto copy KTP,
3.   daftar riwayat hidup,
4.   foto copy Ijazah.

          Demikian surat lamaran ini saya buat dengan sebenarnya dan atas perhatian serta kebijaksanaan Bapak/Ibu pimpinan saya mengucapkan terimakasih.


                                                                                                                         Hormat saya,


                                                                                                                Fauzan Setiawan, S.Si

CONTOH NOTULA DISKUSI + MAKALAH

Untuk contoh Notula Diskusi beserta makalah nya bisa di download ---> DI SINI
format dokumen (docx)

PEWARGANEGARAAN / NATURALISASI



PEWARGANEGARAAN (NATURALISASI)
Dalam hukum kewarganegaraan di Indonesia, dikenal dua asas memperoleh kewarganegaraan yaitu asas tempat kelahiran (ius soli) dan asas keturunan (ius sanguinis). Menurut ius soli, seseorang yang dilahirkan dalam wilayah suatu negara adalah warganegara. Sedangkan menurut ius sanguinis, seseorang adalah ia menjadi warganegara karena ia dilahirkan dari orangtua warganegara. Namun tidak semua negara menggunakan asas ini, karena ada juga yang menerapkan dwikenegaraan (dilihat dari salah satu turunan warganegara, bisa dilihat dari pihak ayah atau ibu). Atau ada juga negara yang memiliki kesamaan keturunan dengan negara lain, seperti Italia dan Argentina karena banyaknya keturunan negara tersebut yang pindah ke negara yang serumpun. Dalam hal memperoleh kewarganegaraanpun dikenal adanya stelsel aktif dan stelsel pasif. Dalam stelsel aktif, seseorang dapat memperoleh kewarganegaraan dengan melakukan perbuatan hukum tertentu. Sedangkan stelsel pasif, seseorang dapat memperoleh kewarganegaraan tanpa melakukan perbuatan hukum tertentu.
Indonesia, sesuai ketentuan pada UU No. 62 Tahun 1958 pada prinsipnya menggunakan asas ius sanguinis, namun asas ius soli juga tidak menjadi tabu untuk dipakai sebagai aturan (lihat Pasal 1 huruf f, g, h, dan i). Dalam UU ini juga dikenal salah satu cara memperoleh kewarganegaraan yaitu melalui jalur pewarganegaraan (naturalisasi). Naturalisasi diperoleh seiring dengan berlakunya Keputusan Menteri Kehakiman yang memberikan pewarganegaraan tersebut. Pewarganegaraan ini diberikan (atau tidak diberikan) atas permohonan, sedangkan instansi yang memberikan adalah Menteri Kehakiman.
Kemudian, seiring dengan reformasi di Indonesia, diadakan revisi pada UU tersebut menjadi UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Revisi UU terjadi karena penekanan pada hubungan perdata menyangkut status patrilineal, kemudian dalam UU terdahulu masih adanya diskriminasi etnis tertentu, dwikewarganegaraan, serta belum terjaminnya hak-hak kewarganegaraan.  
Melihat itu semua, sebenarnya proses naturalisasi tidak memakan proses yang rumit. Adapun syarat-syarat memperoleh naturalisasi menurut UU No.12 Tahun 2006 adalah:
1.      Naturalisasi Biasa 
Mengajukan permohonan kepada Menteri hukum dan HAM melalui kantor pengadilan negeri setempat dimana ia tinggal atau di Kedubes RI apabila di luar negeri permohonan ini ditulis dalam bahasa Indonesia. Bila lulus maka ia harus mengucapkan sumpah setia di hadapan pengadilan negeri.
Syarat-syaratnya naturalisasi biasa adalah :
1)     Telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
2)     Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut;
3)     Sehat jasmani dan rohani;
4)     Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar Negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
5)     Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
6)     Jika dengan memperoleh Kewarga negaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda;
7)     Mempunyai pekerjaan dan / atau berpenghasilan tetap; dan
8)     Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.
2.      Naturalisasi istimewa 
Naturalisasi istimewa di negara RI dapat diberikan kepada warga negara asing yang status kewarganegaraannya dalam kondisi   sebagai berikut
a)      Anak WNI yang lahir diluar perkawaninan yang sah, belum berusia 18 tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing.
b)     Anak WNI yang belum berusia 5 tahun meskipun telah secara sah sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan, tetap sebagai WNI
c)      Perkawinan WNI dengan WNA, baik sah maupun tidak sah dan diakui orang tuanya yang WNI atau perkawinan yang melahirkan anak di wilayah RI meskipun status kewarganegaraan orang tuanya tidak jelas berakibat anak berkewarganegaraan ganda hingga usia 18 tahun atau sudah kawin.
d)     Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada pejabat dengan melampirkan dokumen sebagimana ditentukan di dalam perundangan-undangan.
e)      Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan disampikan dalam waktu paling lambat 3 tahun setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin
f)      Warga asing yang telah berjasa kepada Negara RI dengan pernyataan sendiri (permohonan) untuk menjadi warga negara RI  atau dapat diminta oleh Negara RI. Kemudian, mereka mengucapkan sumpah atau janji setia (tidak perlu memenuhi semua syarat sebagaimanan dala naturalisasi biasa) cara ini diberikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.

  Akibat Pewarganegaraan
a)      Setiap orang yang bukan WNI diperlakukan sebagai orang asing.
b)      Kehilangan kewarganegaraan RI bagi suami atau istri yang terikaat perkawnian sah, tidak menyebabkan kehilangan status kewarganegaraan itu.
c)      Anak yang belum berumur 18 tahun atau belum kawin yang mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya sebelum ayah itu memperoleh kewarganegaraan RI turut memperoleh kewarganegaraan RI
d)     Anak yang lahir di wilayah RI yang saat lahir tidak jelas kedudukan orang tuanya atau tidak diketahui orang tuanya merupakan kewarganegaraan RI
e)      Anak dibawah usia 5 tahun telah ditetapkan secara sah sebagi anak WNA berdasarkan pengadilan tetap diakui sebagai WNI
f)       Kehilangan kewarganegaraan RI bagi seorang ibu tidak dengan sendirinya berlaku terhadap anaknya yang tidak mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya sampai anak itu berusia 18 tahun atau sudh kawin.
g)      Kehilangan kewarganegaraa Ri bagi seseorang ayah tidak dengan sendirinya berlaku terhadap anaknya yang mempunyai hukum dengan ayahnya sampai anak itu berusia 18 tahun atau sudah kawin
h)      Kehilangan kewarganegaraan RI karena memperoleh kewarganegaraan lain bagi seorang ibu yang putus perkawinannya tidak sampai nak tersebut berusia 18 tahun atau sudah kawin.
D.    Syarat Dan Tata Cara Memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia
Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat juga diperoleh melalui pewarganegaraan. Menurut Pasal 9 UU No.12 Tahun 2006 permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.       Telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
b.      Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima ) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut;
c.       Sehat jasmani dan rohani;
d.      Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e.       Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
f.       Jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda;
g.      Mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap; dan
h.      Membayauang pewarganegaraan ke Kas Negara.
Selanjutnya, pemohon harus membuat permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM atau Perwakilan RI di luar negeri dengan sekurang-kurangnya memuat :
         Nama lengkap;
         Tempat dan tanggal lahir;
         Alamat tempat tinggal;
         Kewargenegaraan Pemohon;
         Nama lengkap suami atau istri;
         Tempat dan tanggal lahir suami atau istri, serta;
         Kewarganegaraan suami atau istri.
Permohonan pewarganegaraan diajukan di Indonesia oleh pemohon secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup kepada Presiden melalui Menteri dan disampaikan kepada Pejabat yang berwenang. Selanjutnya, Menteri meneruskan permohonan pewarganegaraan disertai dengan pertimbangan kepada Presiden dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal permohonan diterima. Dalam mengajukan permohonan pewarganegaraan, pemohon dikenai biaya yang telanh diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Presiden berhak mengabulkan atau menolak permohonan pewarganegaraan. Jika permohonan pewarganegaraan dikabulkan, maka ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Keputusan Presiden sebagaimana ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak permohonan diterima oleh Menteri dan diberitahukan kepada pemohon paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan. Jika permohonan pewarganegaraan ditolak Presiden, harus disertai alasan dan diberitahukan oleh Menteri kepada yang bersangkutan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh Menteri.
Keputusan Presiden mengenai pengabulan terhadap permohonan pewarganegaraan berlaku efektif terhitung sejak tanggal pemohon mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia. Paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak Keputusan Presiden dikirim kepada pemohon, Pejabat memanggil pemohon untuk mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.Dalam hal setelah dipanggil secara tertulis oleh Pejabat untuk mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia pada waktu yang telah ditentukan ternyata pemohon tidak hadir tanpa alasan yang sah, Keputusan Presiden tersebut batal demi hukum. Dalam hal pemohon tidak dapat mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia pada waktu yang telah ditentukan sebagai akibat kelalaian Pejabat, pemohon dapat mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia di hadapan Pejabat lain yang ditunjuk Menteri.
Pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia dilakukan di hadapan Pejabat yang berwenang. Pejabat selanjutnya membuat berita acara pelaksanaan pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia. Paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia, Pejabat menyampaikan berita acara pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia kepada Menteri.


MAKALAH MINYAK BUMI DAN HIDROKARBON || MATERI KIMIA SMA

Download aja langsung dokumennya ^_^ --->  Klik di sini

PERS DI MASA ORDE BARU



PERS DI MASA ORDE BARU


BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pada awal kepemimpinan orde baru menyatakan bahwa membuang jauh praktik demokrasi terpimpin diganti dengan demokrasi Pansasila, hal ini mendapat sambutan positif dari semua tokoh dan kalangan, sehingga lahirlah istilah pers Pancasila.  Menurut sidang pleno ke 25 Dewan Pers bahwa Pers Pancasila adalah pers Indonesia dalam arti pers yang orientasi, sikap, dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.  Hakekat pers Pancasila adalah pers yang sehat, pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat, dan kontrol sosial yang konstruktif.

Masa kebebasan ini berlangsung selama delapan tahun disebabkan terjadinya pristiwa malari (Lima Belas Januari 1974) sehingga pers kembali seperti zaman orde lama.  Dengan peristiwa malari beberapa surat kabar dilarang terbit termasuk Kompas.  Pers pasca peristiwa malari cenderung pers yang mewakili kepentingan penguasa, pemerintah atau negara.  Pers tidak pernah melakukan kontrol sosial disaat itu.  Pemerintah orde baru menganggap bahwa pers adalah institusi politik yang harus diatur dan dikontrol sebagaimana organisasi masa dan partai politik.



BAB II PEMBAHASAN

Perkembangan Pers Pada Masa Orde Baru
                                                                  
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat “koreksi total” atas penyimpangan yang dilakukan Orde Lama Soekarno.

Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.

Masa Jabatan Suharto Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.

Pada awal kepemimpinan orde baru menyatakan bahwa membuang jauh praktik demokrasi terpimpin diganti dengan demokrasi Pansasila, hal ini mendapat sambutan positif dari semua tokoh dan kalangan, sehingga lahirlah istilah pers Pancasila.  Menurut sidang pleno ke 25 Dewan Pers bahwa Pers Pancasila adalah pers Indonesia dalam arti pers yang orientasi, sikap, dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.  Hakekat pers Pancasila adalah pers yang sehat, pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat, dan kontrol sosial yang konstruktif.

Pada awal kekuasaan orde baru, Indonesia dijanjikan akan keterbukaan serta kebebasan dalam berpendapat. Masyarakat saat itu bersuka-cita menyambut pemerintahan Soeharto yang diharapkan akan mengubah keterpurukan pemerintahan orde lama. Pemerintah pada saat itu harus melakukan pemulihan di segala aspek, antara lain aspek ekonomi, politik, social, budaya, dan psikologis rakyat. Indonesia mulai bangkit sedikit demi sedikit, bahkan perkembangan ekonomi pun semakin pesat.Namun sangat tragis, bagi dunia pers di Indonesia. Dunia pers yang seharusnya bersuka cita menyambut kebebasan pada masa orde baru, malah sebaliknya. Pers mendapat berbagai tekanan dari pemerintah. Tidak ada kebebasan dalam menerbitkan berita-berita miring seputar pemerintah. Bila ada maka media massa tersebut akan mendapatkan peringatan keras dari pemerintah yang tentunya akan mengancam penerbitannya.

Pada masa orde baru, segala penerbitan di media massa berada dalam pengawasan pemerintah yaitu melalui departemen penerangan. Bila ingin tetap hidup, maka media massa tersebut harus memberitakan hal-hal yang baik tentang pemerintahan orde baru. Pers seakan-akan dijadikan alat pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya, sehingga pers tidak menjalankan fungsi yang sesungguhnya yaitu sebagai pendukung dan pembela masyarakat.
“Pada masa orde baru pers Indonesia disebut sebagai pers pancasila. Cirinya adalah bebas dan bertanggungjawab”. (Tebba, 2005 : 22). Namun pada kenyataannya tidak ada kebebasan sama sekali, bahkan yang ada malah pembredelan

Tanggal 21 Juni 1994, beberapa media massa seperti Tempo, deTIK, dan editor dicabut surat izin penerbitannya atau dengan kata lain dibredel setelah mereka mengeluarkan laporan investigasi tentang berbagai masalah penyelewengan oleh pejabat-pejabat Negara. Pembredelan itu diumumkan langsung oleh Harmoko selaku menteri penerangan pada saat itu. Meskipun pada saat itu pers benar-benar diawasi secara ketat oleh pemerintah, namun ternyata banyak media massa yang menentang politik serta kebijakan-kebijakan pemerintah. Dan perlawanan itu ternyata belum berakhir. Tempo misalnya, berusaha bangkit setelah pembredelan bersama para pendukungnya yang tentu rezim Soeharto.

Pembredelan Tempo serta perlawanannya terhadap pemerintah Orde Baru
Pembredelan 1994 ibarat hujan, jika bukan badai dalam ekologi politik Indonesia secara
menyeluruh. Tidak baru, tidak aneh dan tidak istimewa jika dipahami dalam ekosistemnya. (Aliansi Jurnalis Independen, 1995 : 140) Sebelum dibredel pada 21 Juni 2004, Tempo menjadi majalah berita mingguan yang paling penting di Indonesia. Pemimpin Editornya adalah Gunawan Mohammad yang merupakan seorang panyair dan intelektual yang cukup terkemuka di Indonesia. Pada 1982 majalah Tempo pernah ditutup untuk sementara waktu, karena berani melaporkan situasi pemilu saat itu yang ricuh. Namun dua minggu kemudian, Tempo diizinkan kembali untuk terbit. Pemerintah Orde Baru memang selalu was-was terhadap Tempo, sehingga majalah ini selalu dalam pengawasan pemerintah. Majalah ini memang popular dengan independensinya yang tinggi dan juga keberaniannya dalam mengungkap fakta di lapangan. Selain itu kritikan- kritikan Tempo terhadap pemerintah di tuliskan dengan kata-kata yang pedas dan bombastis. Goenawan pernah menulis di majalah Tempo, bahwa kritik adalah bagian dari kerja jurnalisme. Motto Tempo yang terkenal adalah “ enak dibaca dan perlu”. Meskipun berani melawan pemerintah, namun tidak berarti Tempo bebas dari tekanan. Apalagi dalam hal menerbitkan sebuah berita yang menyangkut politik serta keburukan pemerintah, Tempo telah mendapatkanberkali-kali maendapatkan peringatan. Hingga akhirnya Tempo harus rela dibungkam dengan aksi pembredelan itu. Namun perjuangan Tempo tidak berhenti sampai disana. Pembredelan bukanlah akhir dari riwayat
Tempo. Untuk tetap survive, ia harus menggunakan trik dan startegi.Salah satu trik dan strategi yang digunakan Tempo adalah yang pertama adalah mengganti kalimat aktif menjadi pasif dan yang kedua adalah stategi pinjam mulut. Semua strategi itu dilakukan Tempo untuk menjamin kelangsungannya sebagai media yang independen dan terbuka. Tekanan yang dating bertubi-tubi dari pemerintah tidak meluluhkan semangat Tempo untuk terus menyampaikan kebenaran kepada masyarakat.

Setelah pembredelan 21 Juni 1994, wartawan Tempo aktif melakukan gerilya, seperti denganmendirikan Tempo Interaktif atau mendirikan ISAI (Institut Studi Arus Informasi) pada tahun 1995.Perjuangan ini membuktikan komitmen Tempo untuk menjunjung kebebasan pers yang terbelengguada pada zaman Orde Baru. Kemudian Tempo terbit kembali pada tanggal 6 Oktober 1998, setelahjatuhnya Orde Baru.

Fungsi Dewan Pers pada masa Orde Baru

Dewan pers adalah lembaga yang menaungi pers di Indonesia. Sesuai UU Pers Nomor 40 tahun 1999, dewan pers adalah lembaga independen yang dibentuk sebagai bagian dari upaya untukmengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional.
Ada tujuh fungsi dewan pers yang diamanatkan UU, diantaranya

a. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain, bisa pemerintah dan juga  masyarakat.
b. Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers.
c. Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik.
d. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasusyang berhubungan dengan pemberitaan pers.
e. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat adn pemerintah.
f. Memfasilitasi organisasi pers dalam menyusun peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi wartawan.
g. Mendata perusahaan pers.

Pada masa Orde baru, fungsi dewan pers ini tidaklah efektif. Dewan pers hanyalah formalitras semata. Dewan Pers bukannya melindungi sesama rekan jurnalisnya, malah menjadi anak buah dari pemerintah Orde Baru. Hal itu terlihat jelas ketika pembredelan 1994, banyak anggota dari dewan pers yang tidak menyetujui pembredelan. Termasuk juga Gunaman Muhammad yang selaku editor Tempo juga termasuk dalam dewan pers saat itu. Namun ironisnya, pada saat itu dewan pers diminta untuk mendukung pembredelan tersebut. Meskipun dewan pers menolak pembredelan, tetap saja pembredelan dilaksanakan. Menolak berarti melawan pemerintah. Berarti benar bahwa dewan pers hanya formalitas saja.

Istilah pers digunakan dalam konteks historis seperti pada konteks “press freedom or law” dan “power of the press”. Sehingga dalam fungsi dan kedudukannya seperti itu, tampaknya, pers dipandang sebagai kekuatan yang mampu mempengaruhi masyarakat secara massal. ( John C.Merrill, 1991, dalam Asep Saeful, 1999 : 26)). Seharusnya pers selain mempengaruhi masyarakat,pers juga bisa mempengaruhi pemerintah. Karena pengertian secara missal itu adalah seluruhlapisan masyarakat baik itu pemerintah maupun masyarakat. Namun di Era Orde Baru, dewan persmemang gagal meningkatkan kehidupan pers nasional, sehingga dunia pers hanya terbelenggu olehkekuasaan oleh kekuasaan Orde Baru tanpa bisa memperjuangkan hak-haknya.

Status TVRI Di Era Orde Baru

Tahun 1974, TVRI diubah menjadi salah satu bagian dari organisasi dan tatakerja Departemen Penerangan, yang diberi status Direktorat, langsung bertanggung-jawab pada Direktur Jendral Radio, TV, dan Film Departemen Penerangan Republik Indonesia.

Sebagai alat komunikasi Pemerintah, tugas TVRI adalah untuk menyampaikan policy Pemerintah kepada rakyat dan pada waktu yang bersamaan menciptakan two-way traffic dari rakyat untuk pemerintah selama tidak men-diskreditkan usaha-usaha Pemerintah.

Pada garis besarnya tujuan policy Pemerintah dan program-programnya adalah untuk membangun bangsa dan negara Indonesia yang modern dengan masyarakat yang aman, adil, tertib dan sejahtera, dimana tiap warga Indonesia mengenyam kesejahteraan lahiriah dan mental spiritual.

Semua kebijaksanaan Pemerintah beserta programnya harus dapat diterjemahkan melalui siaran dari studio-studio TVRI yang berkedudukan di Ibukota maupun daerah dengan cepat, tepat dan baik .

Semua pelaksanaan TVRI baik di Ibukota maupun di Daerah harus meletakan tekanan kerjanya kepada integrasi, supaya TVRI menjadi suatu well-integrated mass media Pemerintah.

Tahun 1975, dikeluarkan SK Menpen No. 55 Bahan siaran/KEP/Menpen/1975, TVRI memiliki status ganda yaitu selain sebagai Yayasan Televisi RI juga sebagai Direktorat Televisi, sedang manajemen yang diterapkan yaitu manajemen perkantoran / birokrasi.

Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru

Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
Sukses transmigrasi
Sukses KB
Sukses memerangi buta huruf
Sukses swasembada pangan
Pengangguran minimum
Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
Sukses Gerakan Wajib Belajar
Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
Sukses keamanan dalam negeri
Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru

Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua

Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)

Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)
Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan

Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel
Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program “Penembakan Misterius”
Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)

Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.

Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibut berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.

  
BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Pers dalam masa orde baru seakan-akan kehilangan jati dirinya sebagai media yang bebas
berpendapat dan menyampaikan informasi. Meskipun orde baru telah menjanjikan keterbukaan dan kebebasan di awal pemerintahannya, namun pada kenyataannya dunia pers malah terbelenggu dan mendapat tekanan dari segala aspek. Pers pun tidak mau hanya diam dan terus mengikuti permainan politik Orde baru. Sehingga banyak media massa yang memberontak melalui tulisan-tulisan yang mengkritik pemerintah, bahkan banyak pula yang membeberkan keburukan pemerintah. Itulah sebabnya pada tahun 1994 banyak media yang dibredel, seperti Tempo, Detik, dan Monitor.
Namun majalah Tempo adalah satu-satunya yang berjuang dan terus melawan pemerintah orde baru melalui tulisan-tulisannya hingga sampai akhirnya bisa kembali terbit setelah jatuhnya Orde baru. Pemerintah memang memegang kendali dalam semua aspek pada saat, terutama dalam dunia pers.